Ways to Live Forever

Nisan ayah saya



Mati. Sebuah kata yang singkat, tapi menakutkan. Oleh karena itu, hanya sedikit yang siap untuk mati. Jika ditanya, “Apakah Anda siap mati?”, kebanyakan orang akan menggeleng dengan cepat. Termasuk saya.

Sebagian besar dari kita bahkan tidak ingin membicarakan soal kematian karena kematian berarti perpisahan yang membuat kita sedih. 

Orang mati tak bisa lagi berdekatan dengan orang-orang tercintanya. 

Orang mati harus meninggalkan tempat-tempat favorit, seperti rumah, sekolah, dll. 

Orang mati tak dapat lagi melakukan kegiatan rutin dan hobinya.   

Orang mati tak dapat membawa benda-benda kesayangannya. 

Menunggu kematian. Tema suram inilah yang dipilih oleh Sally Nicholls untuk menuliskan novelnya berjudul Ways to Live Forever: Setelah Aku Pergi.


Salah satu buku kesayangan saya

Tokoh "aku" dalam buku ini adalah Sam, anak berusia 11 tahun. Ia mendapat tugas menulis dari gurunya yang khusus datang untuk mengajar dia dan Felix, sahabatnya. Sam dan Felix belajar di rumah karena kondisi kesehatan mereka. Keduanya mengidap penyakit mematikan. Dan penyakit mereka telah mencapai tahap terakhir. Secara medis, hidup mereka akan segera berakhir. Sam sakit leukimia. Felix, kanker. 

Proyek tersebut membuat Sam dan pembaca merenung. Tentang kematian. Mengapa Tuhan membiarkan anak-anak mati? Bagaimana rasanya mati? Tentang keinginan-keinginan yang ingin dicapai selama masih ada waktu... sebelum ajal menjemput....

Ways to Live Forever: Setelah Aku Pergi adalah kisah tentang ketabahan seorang anak menjalani kenyataan hidup yang tak terelakkan. Kisah tentang semangat seorang anak yang membantu sahabatnya memenuhi daftar keinginan, sekalipun ia juga berada di ambang kematian. Kisah tentang kesedihan karena kehilangan orang yang disayangi.


Related Posts

Posting Komentar