Sore
itu (15/9/2014), di daerah Tebet Timur, saya memutuskan untuk pulang dengan
berjalan kaki. Bukan berjalan cepat seperti biasanya karena harus mengejar bus
kota, melainkan berjalan santai.
Di
belokan kedua, ketika saya menyeberangi jalan, mata saya menangkap sosok
seorang perempuan bertubuh kecil. Dengan perlahan, ia memunguti benda-benda
dari puing-puing bangunan.
Langkah
saya langsung terhenti. Saya berbalik dan kembali menyeberangi jalan. Saya
dekati dia.
“Nenek ngepain?” Saya menyapa wanita berpunggung
seperti Quasimodo dalam The Hunchback of Notre-Dame itu.
Ia
menatap saya dengan matanya yang cekung; mata tua berbola keabuan. “Ini,
mungutin barang-barang.”
Yang tua yang bersahaja / Foto: Dok. Pribadi/Nancy |
“Nenek
setiap hari kerja begini? Umur Nenek berapa?” tanya saya keheranan. Bagaimana
tidak? Tubuhnya yang kecil terlihat begitu ringkih. Tulang-tulang di tubuhnya
hanya berbalutkan daging tipis tak berlemak. Kulitnya pun tak kencang lagi; mengendur
dimakan waktu.
“Sembilan
puluh tahun.”
Napas
saya tertahan untuk sesaat. Perasaan saya tertohok sekali. Sudah lanjut usia, masih harus membanting tulang.
“Habis
bagaimana lagi? Nenek malu kalau hanya minta uang. Perasaan enggak enak.
Makanya Nenek kerja.”
Perasaan
saya tertohok kedua kali. Ah, Nenek.
Meski susah, Engkau tak ingin berkeluh kesah.
“Kakek
enggak ada, Nek? Anak-anak Nenek?”
“Kakek
meninggal. Nenek punya anak satu. Meninggal waktu umur 5 tahun.”
“Nenek
enggak punya saudara?”
Nenek
itu menggeleng.
“Nenek
tinggal di mana?”
“Dulu
di jalur. Kena gusur. Jadi, Nenek tinggal di bawah pohon. Di depan sekolah
Muhammadiyah.”
Saya
langsung teringat pada Ahok, orang nomor 1 ibukota Jakarta. Apakah jajaran
pemda Jakarta Selatan tahu kalau di wilayahnya ada warga lansia yang hidup
sangat memprihatinkan? Bagaimana peran dinas sosial pemerintah DKI Jakarta
menangani warga miskin?
Tiba-tiba,
seorang ibu lewat. Ia menegur si nenek. Tampaknya si nenek sudah dikenal oleh
warga di situ.
“Ibu,
nenek ini sudah dilaporkan kepada Pak RT, RW atau lurah?” tanya saya kepadanya.
Yah, saya tidak tahu, apakah pertanyaan itu tepat. Saya sendiri, tidak tahu
bagaimana prosedur melaporkan tunawisma agar memperoleh bantuan dari dinas
sosial pemerintah. Tapi, setidaknya, ide itu yang terlintas, mengingat mengurus
KTP pun harus lapor RT terlebih dulu.
“Masalahnya, ibu ini enggak punya
surat-surat. Dia dari Jepara.”
Saya mengeluarkan HP saya dan
meminta izin kepada nenek itu untuk memotretnya. “Nek, saya akan coba tolong
Nenek, ya. Saya akan kirim foto Nenek.”
Hidup untuk hari ini / Foto: Dok. Pribadi/Nancy |
Setelah itu, saya mengirimkan sebuah
tweet beserta foto tersebut ke alamat
Twitter Basuki Tjahaya Purnama aka Ahok, yang kala itu masih menjabat pjs gubernur DKI Jakarta.
“Nek, mudah-mudahan, ada yang bantu,
ya.”
Saya mengambil sehelai uang dari
dalam dompet. “Nek, ini untuk Nenek. Sehat-sehat, ya, Nek.”
Saya berpamitan sambil berdoa dalam
hati, semoga Tuhan melindungi Nenek Rondia seperti Ia melindungi saya.
Mba... sungguh tindakan yang mulia. Selanjutnya, adakah tanggapan dari Ahok atau siapapun orang2 terkait lainnya, setidaknya response thd twit mu itu, Mba? Semoga ada tangan yang terulur untuk membantu Nenek Rondia ini ya... Aamiin.
BalasHapusSemoga Allah melindungimu, Nek Rondia, dan mengirimkan tangan2 perpanjangan dari-Nya untuk menolong dirimu. :(
HapusMbak Alaika, kalau tweet, sih, selama ini aku belum pernah mdpt balasan. Kalau sms, iya. Jadi, tweetku juga blm ditanggapi dg tweet juga. Dari cerita-cerita di inet, biasanya pemda enggak menjawab, tetapi langsung kirim orang ke lapangan.
HapusSetelah membuat tulisan di atas, aku kirim email beserta foto Nenek Rondia ke alamat Ahok. Ya, semoga saja, hati mereka terketuk.
kalau kita mau lihat sebenarnya bukan hanya nenak Rondia yang bernasib seperti ini. masih banyak nenek2 yang lain yang bernasib sama. sesuai UUd, anak-anak yatim dan orang2 terlantar di pelihara oleh negara. ya cuma di pelihara saja ya bu ga di rawat atau di beri tempat dan di nafkahi. tapi salut buat nenk rondia ya ga minta2 kya anak2 muda yg bisanya ngamen dan minta.
BalasHapusIya, betul, Mbak Dwi. Memang tidak hanya Nenek Rondia yang bernasib seperti itu. Tugas kita mengingatkan para petugas negara ini, meskipun belum tentu ditanggapi dengan baik. Setidaknya, kita berusaha.
HapusItu juga sebabnya, aku menulis tentang Nenek Rondia. Meski sudah 90 tahun, masih mau bekerja.