Sekolah Baru

Sumber: wilderwaiteparentsclub.com

Empat belas Juli 2014 adalah hari istimewa bagi keluarga kecil saya. Istimewa karena pada hari itu, anak saya mulai bersekolah di Sekolah Dasar. Yup, anak saya masuk kelas 1 SD.

Seperti kebanyakan para ibu atau ayah, saya juga mengantar anak saya di sekolah, kemudian menungguinya, meski hanya di luar kelas.

Sekolah baru berarti lingkungan baru, guru baru, teman baru. Ya, mungkin ada beberapa teman lama, tetapi lebih banyak teman baru. Perasaan anak yang satu mengenai pengalaman baru tersebut pasti berbeda dengan perasaan anak yang lain. Anak saya sangat khawatir. Malam sebelumnya, ia susah tidur karena memikirkan apa yang akan terjadi di sekolah barunya. Waktu saya pamit untuk keluar kelas, matanya mulai merah dan berair. Untungnya, ada seorang teman lamanya yang jadi teman sebangkunya.

Kalau anak saya melankolis, tidak begitu dua teman lama anak saya. "Mama mau ngepain? Enggak usah ikut ke sekolah aku, Ma," tutur ibu-ibu mereka, menirukan ucapan anak-anak itu. Mungkin menurut kedua anak itu, mereka sudah besar karena sudah SD. Jadi, enggak perlu diantar-antar lagi layaknya anak TK.

Terlepas dari bagaimana reaksi anak-anak, saya teringat pada sebuah film Barat yang bercerita tentang mahasiswa baru di sebuah universitas. Pada hari pertama, para mahasiswa baru juga diantar orang tua mereka. Tiba di kampus, mereka diajak berkeliling oleh ketua Senat untuk mengenal kampus baru mereka. Sang ketua Senat menjadi semacam guide tour kampus. Ia menunjukkan kepada para mahasiswa baru, mana perpustakaan, mana teater, mana kafetaria, dsbnya. Tujuannya tentu agar mereka dapat cepat beradaptasi dan tidak mengalami kebingungan.

Bayangkan, mahasiswa yang sebetulnya sudah dianggap orang dewasa muda saja diajak berkeliling mengenal kampus. Harusnya, anak-anak pun demikian, apalagi anak-anak yang baru meninggalkan Taman Kanak-Kanak.

Saya tidak tahu bagaimana kebiasaan di Sekolah-Sekolah Dasar di Indonesia, baik sekolah swasta maupun negeri. Namun, di sekolah baru anak saya, saya tidak mendapati kebiasaan baik itu. Hari pertama dan kedua, saat orang tua masih diizinkan menunggui anak mereka, harus dimanfaatkan para orang tua untuk memberi tahu anak-anak, paling tidak lokasi toilet. Bagaimana dengan ruang perpustakaan, ruang guru, ruang ibadah, atau ruang kepala sekolah? Pasti tidak banyak orangtua yang terpikir untuk melakukannya. Tidak tahu dan tidak sempat.

Menurut saya, sudah waktunya sekolah memasukkan program pengenalan lingkungan sekolah pada hari-hari pertama anak-anak masuk sekolah, sekalipun anak-anak itu masih kecil. Masa orientasi sekolah harus masuk dalam daftar prioritas sekolah. Lebih dari itu, sekolah harus ikut serta menyiapkan masa orientasi sekolah agar tidak terjadi penyimpangan tujuan yang berakibat kekerasan fisik dan psikis serta berujung pada kematian, seperti yang kerap kita simak beritanya di media massa.


Related Posts

Posting Komentar