Berpacaran dan Aborsi

Belakangan ini, shorts debat almarhum Charlie Kirk  dengan para mahasiswa sering muncul di linimasa YouTube saya. Salah satu video yang menarik perhatian saya adalah debat tentang aborsi.

Di video itu, seorang mahasiswi mengutarakan beberapa argumennya mengapa aborsi semestinya boleh dilakukan. Salah satu alasannya adalah supaya tidak menghancurkan studinya. Konteks tersiratnya, si mahasiswi tidak siap untuk hamil.

Saya 100% setuju dengan pemikiran Charlie. Kehamilan terjadi karena sel telur dibuahi spermatozoa lewat koitus (hubungan seksual). Kalau berhubungan seksual, kemungkinan bahwa si perempuan akan hamil itu ada. Berani berhubungan seksual di luar nikah, siap jugalah bertanggung jawab atas akibatnya. Bukan malah dengan mudahnya memilih jalan aborsi lalu setelah aborsi, berhubungan intim lagi. 🙄 Kalau begitu adanya, aborsi jadi kayak jalan ninja untuk terbebas dari konsekuensi seks bebas. Seks bebas jadi hal yang normal, biasa. Aborsi menormalisasi perilaku seksual bebas.

Selain itu, aborsi yang dimotivasi keinginan untuk cuci tangan dari akibat perilaku seksual bebas sama dengan pembunuhan. Kenapa? Karena obat-obatan yang digunakan dalam proses aborsi membuat lapisan rahim menipis sehingga embrio tidak dapat berkembang atau menimbulkan rahim berkontraksi sehingga janin terdorong keluar dari vagina (hellosehat.com) 😭 

Jadi, bagaimana? Konsep berpacaran harus diubah. Berpacaran itu menjalin relasi yang sehat dan bertanggung jawab dengan kekasih. Masing-masing pihak wajib menghormati segenap keberadaan sang pacar, termasuk tubuhnya. Gak ada tuh pembuktian cinta dalam bentuk hubungan seksual. 

Cinta itu menghormati. 
Cinta itu melindungi. 
Cinta itu merawat. 
Cinta itu mengembangkan diri sendiri dan diri kekasih ke arah yang makin positif.  
Dengan hati yang bersih dan tulus.
  
Terbaru Lebih lama

Related Posts

Posting Komentar