Jika
Anda naik Transjakarta jurusan Lebak Bulus-Harmoni, Anda akan melewati
Kali Pesing yang membelah Jalan Daan Mogot Raya. Tepat di pinggir kali
tersebut, warga sekitar membuat sendiri tempat penampungan sampah.
Lantaran makin hari gundukan sampah makin tinggi, sampah pun luber ke
dalam kali.
Teruskan
perjalanan Anda menuju Jalan K. Hasyim Ashari. Sebelum ITC Roxy, dari
jembatan layang, Anda dapat melihat lagi sebuah kali. Berbeda dari Kali
Pesing, di sepanjang kali ini terdapat pagar tembok semen. Namun, tembok
itu tidak mampu menghalangi warga sekitar untuk membuang sampah mereka
ke balik tembok tersebut.
Masih
di Jalan K. Hasyim Ashari, turun dari jembatan layang, coba perhatikan
lahan di depan tiap bangunan yang ada. Jangankan bak sampah permanen,
tempat sampah portable atau keranjang sampah pun tidak ada. Sampah dibiarkan menggunduk begitu saja di pinggir jalan.
Contoh-contoh
kasus yang saya temukan itu, hanyalah sebagian kecil dari masalah besar
yang dihadapi kota Jakarta: sampah. Wakil Gubernur ibukota negara
diberitakan pusing karena tak mampu kendalikan sampah di Jakarta. Sampah DKI Jakarta per hari rata-rata mencapai 6.500 ton.
Sesungguhnya,
akar dari permasalahan sampah yang membelit kota Jakarta adalah tingkat
kesadaran warga yang sangat rendah akan pentingnya mengelola sampah.
Mengelola yang saya maksud di sini adalah bagaimana cara mengurangi
jumlah sampah dan ke mana harus membuang sampah.
Jadikan Singapura sebagai Panutan
Singapura
dapat kita jadikan panutan dalam urusan mengelola sampah. Negara
tersebut terkenal sangat bersih. Prestasi tersebut tentu tidak diraih
begitu saja tanpa usaha. Pemerintah Singapura sangat serius dalam
menangani masalah kebersihan. Tahun 2002, Departemen Lingkungan Hidup
Singapura mendirikan NEA (National Environment Agency). NEA bertanggung jawab untuk mewujudkan lingkungan yang bersih dan hijau di Singapura.
Ada tiga jenis program utama yang diadakan oleh NEA. Pertama, membersihkan area publik. Kemudian, untuk merealisasikan program itu, NEA bekerja sama dengan berbagai pihak, khususnya anggota masyarakat. NEA membuat program edukasi masyarakat, di antaranya sosialisasi program 3R, yaitu Reduce (mengurangi sampah), Reuse (menggunakan kembali), dan Recycle (mendaur ulang).
Tujuannya, agar tiap warga di Singapura sadar, mereka punya kewajiban
menjaga kebersihan lingkungan. Ketiga, menetapkan sanksi bagi warga yang
membuang sampah sembarangan.
Bagaimana
dengan di Jakarta? Konsep 3R bukanlah sesuatu hal yang baru bagi
sebagian anggota penduduk ibukota RI. Namun, tampaknya Pemda DKI harus
kembali mensosialisasikan dan menghidupkan program 3R agar gaungnya
dapat sampai ke seluruh pelosok ibukota negara RI.
Tentu
Pemda DKI tidak bisa melakukan program ini sendirian. Perlu adanya
kerja sama dengan berbagai pihak seperti instansi pemerintahan:
Departemen Lingkungan Hidup, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Departemen Perindustrian, Departemen Kesehatan, dan Departemen Pekerjaan
Umum, Departemen Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta
Departemen Agama.
Pihak
swasta dan organisasi-organisasi nirlaba, seperti Teach For Indonesia,
pun perlu digandeng untuk mendukung keberhasilan program agar
sosialisasi bisa mencapai semua warga di berbagai tempat.: sekolah,
tempat ibadah, tempat makan, pasar, pelabuhan, terminal, lapangan
terbang, kantor-kantor pemerintah dan swasta, pemukiman masyarakat,
dsbnya.
Mengedukasi Masyarakat
Pemda
DKI perlu mengembangkan program edukasi yang mengulas konsep 3R secara
lengkap namun ringkas. Sediakan materi edukasi yang fun dan menarik. Bisa berupa materi audio visual, demo, workshop, storytelling, dll.
Program
seyogianya disesuaikan dengan usia, latar belakang pendidikan, dan
tingkat sosial dan ekonomi target peserta. Apakah anak-anak, mahasiswa,
pegawai kantoran, atau para supir? Gaya penyampaian untuk anak-anak
tentu harus dibedakan dari gaya penuturan untuk orang dewasa. Kalau
perlu, sediakan materi edukasi dalam versi bahasa daerah mengingat kota
Jakarta adalah kota yang penghuninya multietnis.
Materi
edukasi juga bisa disampaikan dalam bentuk iklan layanan masyarakat di
jalan-jalan raya (baliho, LED TV), di media massa, bahkan tempat-tempat
hiburan, seperti bioskop. Kalau para politisi saja bisa berkampanye di
bioskop, apalagi pesan mewujudkan Jakarta yang bersih.
Menyediakan Fasilitas Pembuangan Sampah
Setelah
masyarakat diedukasi, Pemda DKI perlu menyediakan sebanyak mungkin
fasilitas pembuangan sampah. Jumlah tempat sampah yang memadai sehingga
mudah ditemukan, niscaya akan menyurutkan niat warga untuk membuang
sampah di sembarang tempat.
Tempat
sampahnya pun harus dibedakan sesuai jenis sampah yang akan dibuang:
sampah kaca, sampah organik, sampah plastik, sampah kertas, atau sampah
metal. Selain melatih masyarakat untuk terus menerapkan pengetahuan
mereka paskaedukasi, pengelompokan demikian turut membantu proses
pendauran ulang sampah-sampah tersebut.
Sanksi terhadap Pembuang Sampah Sembarangan
Dalam situs NEA, disebutkan,
“The key message behind our education efforts is that the public should
not rely on cleaners to clean up after them. Rather, they should
exercise personal responsibility by holding on to their litter until
they find a bin to dispose of it.” Warga kota tidak boleh berpikir
bahwa pasti ada orang lain yang akan membersihkan sampah mereka. Oleh
sebab itu, tiap individu dilarang keras membuang sampahnya di sembarang
tempat. Sampah harus dibawa terus sampai orang bersangkutan menemukan
tempat sampah.
Fakta
yang saya temukan dalam keseharian saya sebagai pengguna bus kota,
justru membuktikan bahwa sebagian besar warga kota Jakarta sangat tidak
peduli dan tidak bertanggung jawab dalam mengurus sampah mereka.
Selama
bulan Ramadhan ini, banyak warga yang harus berbuka di dalam kendaraan
umum. Hampir semua dari mereka yang menikmati takjil, berbuat semau gue.
Selesai makan, mereka membuang plastik kemasan begitu saja ke lantai
bus. Botol yang sudah kosong, pun dilempar begitu saja ke bawah kolong
jok. Tak heran, bus jadi penuh dengan sampah. Di manakah penerapan
ajaran baik “Kebersihan adalah sebagian dari iman”?
Saya
dapat membayangkan bagaimana kenek atau pengemudi bus bersangkutan
harus bekerja keras menyapu sampah-sampah tersebut di pool setelah
lelah mengemudi seharian, melewati kemacetan Jakarta yang dahsyat.
Sampah-sampah itu bisa jadi dibuang ke dalam tempat sampah. Namun, bisa
juga dibuang begitu saja ke jalanan karena mereka bingung harus mencari
ke mana tempat pembuangan sampah.
Mendekati hari-hari terakhir di bulan Ramadhan, saya tidak tahan lagi menyaksikan perilaku para penumpang yang tidak bertanggung jawab. Seingat saya, saya baru empat kali menegur penumpang bus yang membuang sampah di dalam bus. Saya meminta mereka mengambil kembali sampah yang mereka buang.
Mendekati hari-hari terakhir di bulan Ramadhan, saya tidak tahan lagi menyaksikan perilaku para penumpang yang tidak bertanggung jawab. Seingat saya, saya baru empat kali menegur penumpang bus yang membuang sampah di dalam bus. Saya meminta mereka mengambil kembali sampah yang mereka buang.
Ada
5 orang yang saya tegur. Semuanya wanita. Tiga berhijab, selebihnya
tidak. Respon yang saya dapat bermacam-macam. Ada yang mula-mula
terkejut tetapi kemudian menurut. Ada yang menggerutu tetapi mau juga
mengikuti permintaan saya. Ada yang diam membisu, tetapi memungut
kembali sampahnya. Yang terakhir mengambil kembali tisu yang ia buang.
Kemudian, dengan sikap menantang, ia bertanya, “Kenapa?” Dan setelah
itu, ia menyisipkan tisu tersebut ke samping pahanya lalu membuangnya
kembali ke lantai.
Melihat
perilaku yang sungguh memalukan tersebut di atas, saya jadi berpikir,
di Jakarta perlu ada polisi kebersihan. Polisi kebersihan bertugas
mengawasi apakah ada warga Jakarta yang membuang sampah sembarangan.
Jika ada, polisi tersebut berhak dan wajib menegur sang pelaku dan
meminta pelaku untuk mengambil kembali sampah yang dibuang sembarangan
itu. Atau, mungkin perlu juga diberlakukan sanksi yang lebih berat,
yaitu denda seperti yang berlaku di Singapura?
Jakarta
yang bersih pasti bisa diwujudkan jika semua warga Jakarta sadar,
tanggung jawab memelihara kebersihan lingkungan adalah tanggung jawab
bersama. Dan untuk lebih menjamin berlangsungnya proses tersebut, saya
sangat setuju, Pemda DKI perlu memberlakukan peraturan yang berkekuatan
hukum.
Daftar Pustaka:
NEA (National Environment Agency): http://app2.nea.gov.sg/corporate-functions/about-nea/overview
* Tulisan ini diikutkan dalam Photo-Video-Blog Competition, Kampanye "Yuk Buang Sampah pada Tempatnya" yang diselenggarakan oleh TeachforIndonesia tahun 2013 dan berhasil memenangi peringkat 2 untuk kategori penulisan artikel di blog.
Bersama juri/Dok. pribadi |
Hore, menang!/Dok.pribadi |
Posting Komentar
Posting Komentar