Puisi Esai: Buah Hati yang Terkoyak


Setelah berkenalan dengan puisi esai, pada Oktober tahun lalu, saya tertarik untuk menciptakan puisi esai dengan mengikuti Lomba Menulis Puisi Esai yang diadakan Denny JA.

Saya mengangkat isu kekerasan seksual terhadap anak yang sangat marak terjadi di tengah masyarakat kita. Situasi sangat mengkhawatirkan sampai-sampai Komnas Perlindungan Anak (KomNas Anak) menyatakan bahwa tahun 2013 adalah tahun darurat kekerasan seksual terhadap anak.

Di lubuk hati saya yang paling dalam, sebetulnya saya sangat berharap, puisi saya bisa masuk seleksi. Saya berpikir, kalau masuk seleksi, tentu akan banyak orang yang membaca puisi saya. Jika banyak yang membaca, maka makin banyak orang yang memberi perhatian kepada anak-anak yang menurut saya masih didiskriminasi oleh masyarakat dan negara Indonesia. Namun, harapan saya itu belum bisa terealisir. Oleh sebab itu, saya memutuskan untuk menayangkan puisi saya tersebut di blog pribadi saya. Semoga tulisan ini dapat mengetuk pintu hati kita semua.

Buah Hati yang Terkoyak
Oleh Nancy Duma Sitohang

/1/
Kudengar berita hari ini.
Baby Girl tewas.
Ia demam tinggi.
Tak sempat tertolong.

Dokter memeriksa.
Ada luka di anus dan kemaluannya.
Kemungkinan besar, ia diperkosa.
Pelakunya masih tanda tanya.

Adik kecil itu masih 9 bulan.1
Pandanganku kabur.
Air mataku menggenangi pelupuk.
Hatiku terasa tertusuk.
Terkuak kembali kenangan yang terkubur.
Tidak! Tidak!

/2/
Aku punya nama.
Tetapi, sebut saja aku KK.
Aku sudah tiada.
Kini aku di alam baka.

Aku anak orang tak punya.
Ayah dan ibuku pekerja serabutan.
Hidup kami pas-pasan.
Tujuh orang dalam satu rumah.
Rumah kecil dan reyot.
Tapi, aku punya cita-cita.
Aku ingin jadi pilot.
Menjelajah langit biru.
Membelai awan-awan putih.
Menyapa sang matahari.

Aku pergi menuntut ilmu.
Membara semangatku.
 “Raihlah impianmu.”
 Begitu pesan para guruku.

/3/
Kuseka peluh di dahi.
Tubuhku terasa lelah.
Aku melangkah menuju rumah.
Tempat aku kembali.

Ayah menyambut kedatanganku.
Ia memaksa merengkuhku.
Ibu dan kakak-kakakku tidak di rumah.
Aku ketakutan.
 “Ayah, apa yang Ayah lakukan?”
“Diam! Kamu harus patuh pada Ayah!”
Ayah menjadi monster menakutkan.
Dan malapetaka itu menghampiriku.

Sakit. Sakit. Sakit.
Mengapa ayah tega berbuat ini kepadaku?
Aku tersedu.
Monster itu menggeram.
“Jangan bilang kepada siapa pun. Awas kamu!”


Kulihat, langit tidak lagi biru.
Awan tidak lagi putih.
Semua jadi hitam.

/4/
Sehari berselang.
Rasa sakit itu belum pupus.
Bagai kekeringan di tanah yang tandus.
Ayah kembali menerjang.

Kulihat kilat menyambar.
Kudengar petir menggelegar.
Kudengar langit meratap.
Kulihat air mata menderas.

/5/
Ibu, ibu …
Aku rindu dekapanmu, Ibu.
Aku rindu belaianmu, Ibu.
Ibu, ingin rasanya aku bercerita.
Tetapi, aku takut …

Mulutku membisu.
Mataku terbelalak.
Tubuhku bergetar.

“Dek, Dek, kamu kenapa?”
Ibu mengguncang-guncangkan bahuku.
“Tolong! Tolong! Anak saya kejang!"
Kemudian, semua jadi gelap dan hening.

Ibu, ibu …
Terima kasih untuk dekapanmu, Ibu.
Terima kasih untuk belaianmu, Ibu.
Ibu, aku tidak kuat lagi menahan rasa sakit ini.
Selamat tinggal, Ibu.

/6/
Aku tak kuasa menahan emosi.
Air mengalir deras menuruni pipi.
Aku menangisi nasibku.
Aku menangisi nasibnya.
Baby Girl, kita senasib.

Dokter menemukan luka di anus dan kemaluanku.
Penyidikan berlanjut.
Terkuak, aku terjangkit virus gonorrhea.2
Hanya lewat hubungan seks virus itu ditularkan.
Itu penyebab aku sakit radang otak.
Dan kemudian menjemput maut.

/7/
Ayah, aku selalu patuh kepada ayah.
Tak pernah aku membocorkan kejahatan ayah.
Tetapi, rupanya kebenaran tidak pernah bungkam.

Tak dinyana, ayahku punya rahasia kelam lainnya.
Ia pengidap kelainan seksual.
Kesukaannya melakukan seks anal.
Ayahku sudah berhubungan seks sejak remaja.
Seks bebas dilakoninya.
Penyakit kelamin akibatnya.

Oh, sampai hati ayah memperkosa aku.
Ia merenggut kehormatanku.
Ia merampas masa depanku.

 /8/
Hatiku sungguh pilu.
Aku dan Baby Girl tidak sendirian.
Masih banyak anak lainnya yang jadi korban.3
Mengapa orang dewasa tega memerkosa kami?
Tidakkah mereka punya hati nurani?

Mereka yang kerap kami idolakan.
Mereka yang kerap kami kagumi.
Mereka yang seharusnya jadi pelindung kami.
Justru mereka yang jadi pelaku.4
Kakek kandung atau tiri.
Ayah kandung atau tiri.
Saudara laki-laki kandung atau tiri.
Paman kandung atau tiri.
Kepala sekolah.
Guru.
Tetangga.

/9/
Aku jadi teringat akan tanggal 23 Juli.
Itu Hari Anak Nasional, kan?
Aku dengar, tahun 2013 ini negara kita juga merayakannya.
“Indonesia yang Ramah dan Peduli Anak Dimulai dari Pengasuhan dalam Keluarga”.5
Sungguh mulia tema perayaan itu.

Keluarga adalah tempat pertama anak mendapatkan keamanan.
Keluarga adalah tempat pertama anak memperoleh ketenangan.
Keluarga adalah tempat pertama anak mengecap kebahagiaan.

Tetapi, kenyataannya berkata lain.
Banyak anak Indonesia tidak mendapatkan hak-hak mereka.
Aku, Baby Girl, dan para korban lainnya.
Lingkungan terdekat kami gagal memenuhi kewajiban mereka.
Keluarga.
Sekolah.
Sama gagalnya.

Ke mana kami harus mengadu?
Siapa lagi yang bersedia memedulikan kami?
Tidakkah negara berkewajiban menjamin pemenuhan hak kami? 6
Bukankah justru itulah inti terpenting dari perayaan Hari Anak Nasional?

/10/
Tenggorokanku tercekat.
Banyak orang yang memedulikan nasib anak-anak Indonesia.
Banyak pihak yang memperjuangkan keadilan bagi anak-anak Indonesia. 7
Tetapi rupanya itu belum cukup.

Tahun 2013 adalah tahun darurat kekerasan seksual terhadap anak.
Negara harus campur tangan.8
Begitu pendapat petugas komisi nasional perlindungan anak.
Hukuman berat harus diberikan.

/11/
Aku memang telah tiada.
Namun aku mengharapkan perubahan.
Perubahan besar bagi anak-anak Indonesia.
Agar tidak ada lagi yang mati sia-sia.
Terbebas dari belenggu kemelaratan.9
Terbebas dari belenggu ketakutan.
Terbebas dari belenggu ketidakberdayaan.
Terbebas dari belenggu ketidakadilan.

Ke dalam doaku kubawa anak-anak Indonesia, ya, Tuhan.
Kiranya wajah mereka berhiaskan senyuman.
Kiranya hari-hari mereka terasa indah.
Kiranya mereka memiliki masa depan yang cerah.
Amin.

Catatan Kaki:
  1. Pada hari Rabu, tanggal 9 Oktober 2013, AA, seorang bayi berumur 9 bulan di Klender, Duren Sawit, mengalami panas tinggi dan kejang-kejang. AA dibawa ke seorang bidan, dan kemudian dirujuk ke rumah sakit. Namun, keluarganya baru membawanya ke rumah sakit pada tanggal 11 Oktober 2013. Belum sempat ditolong, AA tewas. Dokter menemukan luka di anus dan kemaluannya. Visum menyatakan AA mengalami kekerasan seksual.

  1. Pada awal tahun 2013, tepatnya tanggal 6 Januari, RI, anak berusia 11 tahun yang masih duduk di bangku V SD, meninggal dunia setelah dirawat di rumah sakit. Ia dibawa oleh keluarganya ke rumah sakit setelah mengalami demam tinggi dan kejang-kejang. Ketika dokter hendak memasukkan obat ke dubur RI, dokter mendapati luka. Dokter menduga, RI mengalami kekerasan seksual. Setelah delapan hari menjalani perawatan medis, RI meregang nyawa. Hasil penyidikan menyatakan RI tertular virus gonorrhea, virus yang menyebar lewat hubungan seksual.
Sumber: http://www.tempo.co/read/news/ 2013/01/18/064455372/Ayah-RI-Suka-Jajan-Sejak-14-Tahun

  1. Kekerasan seksual yang menimpa anak-anak terus meningkat dari tahun 2010 hingga pertengahan tahun 2013. Berdasarkan data Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) di tahun 2010 kasus kejahatan seksual mencapai 42 persen. Pada tahun 2011, jumlah itu meningkat menjadi 58 persen. Pada tahun 2012, jumlah kasus naik menjadi 62 persen. Pada semester pertama tahun 2013, kondisi itu memburuk. Kasus kekerasan seksual terhadap anak meningkat tajam hingga 75 persen. Oleh sebab itulah, KomNas Anak menyatakan tahun 2013 sebagai tahun siaga kejahatan seksual.

  1. Menurut Ketua KomNas Anak, Arist Merdeka Sirait, 80% kekerasan seksual justru terjadi di dalam rumah. Para pelakunya merupakan orang-orang terdekat anak, seperti kakek, paman, dan bahkan orangtua sendiri. Selain, rumah tangga, sekolah, lembaga pendidikan, dan lingkungan sosial anak turut menjadi tempat terjadinya kekerasan terhadap anak, termasuk kekerasan seksual.
Sumber:
-          http://komnaspa.wordpress.com /2013/07/24/kejahatan-seksual-terhadap-anak-marak-di-tahun-2013/
-          http://komnaspa.wordpress.com/2011/12/ 

5.   Tiap tahun, pada tanggal 23 Juli, Indonesia memperingati Hari Anak Nasional. ”Indonesia yang Ramah dan Peduli Anak Dimulai dari Pengasuhan dalam Keluarga” menjadi tema peringatan Hari Anak Nasional tahun 2013. Melalui tema tersebut, diharapkan keluarga-keluarga di Indonesia menjadi keluarga yang mencintai dan memedulikan anak agar anak tumbuh dengan baik. 

6.   Komnas Perlindungan Anak (KomNas Anak) membagi jenis kekerasan terhadap anak menjadi tiga kategori, yaitu kekerasan seksual, kekerasan fisik dan kekerasan nonfisik. Data KomNas Anak menyebutkan bahwa di semester pertama tahun 2013, kejahatan seksual terhadap anak menempati peringkat pertama. Menurut Sekjen KomNas Anak, Samsul Ridwan, fakta tersebut menunjukkan bahwa belum ada upaya negara untuk melindungi anak dari kekerasan, khususnya kekerasan seksual. Padahal, Indonesia memiliki UU No. 23 tahun 2002 yang menyatakan bahwa negara menjamin hak anak mendapatkan perlindungan. Pemerintah daerah pun memiliki kewajiban memerhatikan kepentingan anak seperti yang telah diatur dalam PP 38 tahun 2007.

Sumber:

7. Selain KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), Indonesia juga memiliki KomNas Perlindungan Anak. KomNas Anak memiliki tugas untuk mengupayakan perlindungan, pemenuhan dan penghormatan terhadap hak-hak anak Indonesia.
Sumber: http://www.komnaspa.or.id/Komnaspa/Tentang_Kami.html
Sumber: http://www.kpai.go.id/

8.    Indonesia memiliki Undang-Undang yang mengatur tentang perlindungan anak, yaitu UU  No. 23 Tahun 2002. Melalui UU tersebut, negara menjamin kesejahteraan anak dan pemenuhan hak-hak anak. Pasal 81 Undang-Undang tersebut secara khusus menetapkan hukuman minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Namun, pada praktiknya, banyak pelaku tindak kekerasan seksual terhadap anak tidak dikenai hukuman maksimal, malah lebih ringan dari hukuman minimal. Penyebabnya adalah karena hakim menggunakan KUHP dalam mengambil keputusan.
Menanggapi kenyataan tersebut, berbagai pihak seperti pakar pidana Universitas Indonesia, Rudy Satriyo, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Gumelar, dan Komnas PA menuntut pemerintah untuk mengubah jangka waktu hukuman yang tercantum dalam UU Perlindungan Anak dan KUHP. Ancaman hukuman harus ditingkatkan, dari minimal 3 tahun menjadi minimal 20 tahun serta dari maksimal 15 tahun menjadi seumur hidup agar menyebabkan efek jera bagi sang pelaku dan mencegah orang untuk menjadi pelaku baru. 

Sumber:

9.      Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait, menyatakan bahwa 82 persen kasus kekerasan seksual cenderung terjadi di kalangan ekonomi menengah ke bawah. Kemiskinan merupakan menjadi sumber utama kekerasan terhadap anak.
Sumber:

Related Posts

Posting Komentar